Senin, 18 Juli 2011

The Double Ninth Festival

Di Indonesia, kita jarang, bahkan tidak pernah mendengar istilah double ninth festival. Dalam bahasa sehari-hari bisa disebut hari double Sembilan, karena diperingati setiap tanggal 9 pada bulan ke 9 Imlek setiap tahunnya. Hari tersebut juga disebut hari Hiking, dimana masyarakat berbondong-bondong melakukan kegiatan panjat gunung, atau sekedar naik ke tempat yang lebih tinggi, menikmati keindahan kembang Chrysanthemum yang sedang bermekaran, sambil minum-minum menikmati keindahan alam. Menurut catatan kuno, sebelum dinasty Tang (618 – 907 M), masyarakat beramai-ramai membuat layangan dan dinaikkan pada hari tersebut, sehingga saat itu, hari double sembilan juga disebut hari layangan. Tetapi predikat hari layangan kemudian tergantikan oleh masa Qing Ming setelah masa Tang.

Terdapat beberapa legenda berkembang seputar hari Chong Yang (double sembilan) ini. Di antaranya yang berkembang di He Nan (河南) sebagai berikut : Sangat lama yang lalu, seseorang bernama Huan Jing (桓景) tinggal di daerah Ru Nan (汝南). Bersama keluargannya, Huan Jing melewati hari-hari sederhana dengan bertani. Namun, sesosok siluman setiap tahun menyebar penyakit di wilayah Ru Nan, hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Huan Jing mendapat kabar, terdapat seorang dewa bernama Fei Chang Fang (費長房) tinggal di gunung sebelah Tenggara kampung halamannya. Konon kesaktian dewa tersebut dapat mengatasi siluman jahat yang mencelakai orang setiap tahunnya. Huan Jing berniat menemui dewa tersebut demi menolong sesama.

Siapa sangka, setelah bersusah payah tiba di tempat yang dimaksud, Huan Jing tidak menemukan siapa-siapa. Suatu hari, seekor merpati tiba-tiba muncul di hadapan Huan Jing, burung itu menunduk-nundukkan kepala, memberi isyarat agar Huan Jing mengikutinya. Huan Jing mendekat, merpati itu pun terbang dan hinggap di tempat agak jauh, kemudian kembali menunduk-nundukkan kepala memancing. Huan mengejar, merpati pindah tempat lagi. Demikian berulang kali, hingga akhirnya tiba di depan rumah dewa yang bernama Fei Chang Fang.

Huan Jing tidak mengetuk pintu. Ia berlutut di depan pintu rumah sang dewa selama dua hari dua malam tanpa makan dan tidur. Ketulusan hatinya mengugah sang dewa Fei, ia muncul pada hari ke tiga dan berkata kepada Huan : “Kesungguhan hati anda membantu sesama sungguh mulia, bangun dan masuklah ke dalam rumahku.” Dewa Fei lalu memberikan sebilah pedang bergambar naga hijau kepada Huan, dan mengajarkan teknik mengunakan pedang kepadanya. Huan Jing pun tinggal di rumah sang Dewa untuk belajar ilmu.

Suatu hari, dewa Fei berkata kepada Huan : “Pada hari double sembilan tahun ini, siluman jahat kembali akan muncul mencelakai orang. Sudah saatnya anda turun gunung memeranginya. Kuberikan sebungkus daun cornel dan sebotol arak chrysanthemum. Ajaklah orang tua, wanita dan anak-anak ke tempat yang tinggi dan berikan mereka daun dan arak ini. ” Dewa Fei lalu memberikan seekor bangau dewa yang bertugas membawa Huan Jing kembali ke kampung halamannya.

Sesampai di kampung halaman, Huan menyampaikan pesan dewa Fei kepada semua orang. Hari berlalu cepat, hari double sembilan telah tiba. Huan membawa semua orang ke atas gunung dan membagikan daun serta arak kepada mereka, agar siluman penyakit tidak berani mendekat. Huan Jing lalu kembali ke kampung untuk menghadapi siluman tersebut.

  Tidak lama kemudian, di tengah angin yang bertiup kencang, siluman timbul dari dalam air. Ia melihat semua orang berkumpul di atas gunung, dengan cepat mendekat ke sana. Tetapi bau daun cornel dan arak chrysanthemum membatasi geraknya, ia tidak kuasa naik ke atas. Siluman berbalik menyerang Huan Jiang yang telah siap dengan pedang naga hijaunya. Beberapa jurus kemudian, siluman terbunuh di tempat. Sejak saat itu, wilayah tersebut terbebas dari penyakit menular. Masyarakat lalu memperingati hari double sembilan setiap tahun dengan kegiatan hiking, dan tradisi ini turun-temurun hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar